Mengintip Loka Bakti - KKN Unsyiah 2014

728x90 AdSpace

Trending
IQBAL PERDANA. Diberdayakan oleh Blogger.

Salam

Terima kasih telah mengunjungi blog kami. Saran beserta komentar anda kami tunggu. -Salam Kelompok1 KKN Unsyiah 2014

Pengikut

Pengunjung

Ad Home

Magazine

Videos

Recent Posts

Header Ads

Sports

Beauty

Culture

Popular Posts

Desember 25, 2013

Mengintip Loka Bakti

Berkumpul di Pisban Apa Ki (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)
JUMAT LALU, 20 Desember. Saya (anggota Kelompok 1 KKN Unsyiah untuk Aceh Tengah) bersama pendekar bakti (Baca: pendekar bakti) berangkat dari Banda Aceh menuju Aceh Tengah guna men-survei lokasi KKN. Bertolak dari Kuta Raja menuju Jagong Jeget (Kecamatan Lokasi KKN) pukul sembilan malam, menumpangi mobil kapsul L-300. Kami bersebelas, berasal dari empat kelompok yang berangkat survei malam itu. Rahmad, si kepala suku sudah mengatur keberangkatan kami.



Jembatan menuju Kec. Jagong Jeget (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)
Ia meminta kami berkumpul di Darussalam, agar memudahkan si sopir menjemput, “Biar gak kesana-kemari”, kata Rahmad. Sebelum berangkat, kami sempat berkenalan. Maklum, baik saya maupun teman-teman yang lain belum saling kenal. Sesi perkenalan kami tak ubahnya menyapa teman lama yang selama ini sibuk dengan SKS-nya, ketika itu kami tidak membicarakan kuliah, kami membicarakan rencana spektakuler apa yang akan kami laksanakan di loka bakti kami nanti –Meski tak satu orang pun dari kami yang tahu persis loka KKN itu—namun itulah pemuda, andai dan langkahnya selalu berbanding lurus, berencana dan pasti terlaksana.
Anak-anak Desa Jagong Jeget (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)
Pukul sembilan teng kami bertolak, mobil cat hitam dengan stiker ayu dika di muka siap mengantar. Kami dijemput Dana, pemuda asli Takengon yang sudah dua tahun berprofesi sebagai supir L-300. Saya duduk di samping supir, si Dana, ia bercerita tentang kondisi Takengon saat ini, “Jagong Jeget wilayah yang paling dingin bang,” kata Dana. Dana menaksir suhu di Jagong Jeget 200 C. Saya tidak terbiasa dengan suhu sedingin itu, begitu juga teman-teman yang lain, kecuali Rahmad, mahasiswa FMIPA Unsyiah itu sudah terbiasa dengan wilayah bersuhu rendah, karna kampung halamannya dengan lokasi KKN tidak terlampau jauh.
Akhirnya tumpangan kami tiba di Takengon pukul empat pagi. Kabut fajar kala itu tebal, dinginnya menyusup masuk dari jendela yang dibiarkan terbuka, sungguh dingin. Mobil melaju memasuki kecamatan Bener Meriah, hendak mengantar saya dan Rahmad.
Mengeringkan Biji Coklat (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)
Pagi itu kami tidak langsung menuju lokasi KKN, Rahmad memutuskan agar beristirahat beberapa jam, sekadar meluruskan kaki. Pukul 7 lewat sedikit saya dan Rahmad bergegas menuju Takengon, dari rumah Rahmad ke Takengon sekurangnya 30 menit. Mentari menyingsing di pucuk bukit yang menghijau, sinarnya menembus kabut-kabut lorong desa itu, melelehkan tetes-tetes embun di bibir daun.
Seorang ibu sedang membentang terpal, diatas terpal itu ia taburi biji-biji coklat yang masih basah. Biji-biji taburannya itu digaruk-garuk agar berai. “Disini banyak petani; kopi dan coklat,” kata Rahmad. Setibanya di kota Takengon, kota dingin yang berada di bibir Danau Laut Tawar itu, kami langsung bertolak menuju Jagong Jeget.

*** 

Penampakan Danau Laut Tawar dan Kota Dingin Takengon (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)
Mari sejenak kita lupakan Bogor, Kota Agung Lampung, dan Kota Putih di bukit Andalusia. Ketiga destinasi kota dengan latar perbukitan dan curah hujan yang tinggi itu juga ada di Aceh, tepatnya di Aceh Tengah. Bukit-bukit landai mengular di sepanjang perjalanan menuju Jagong Jeget, udaranya segar, sejuk menusuk. Sesekali rombongan survei bertemu dengan lahan kopi yang batangnya setinggi bahu, berbelok di banyak tikungan dan tanjakan-tanjakan yang terjal.
Banyak papan perhatian yang memerintahkan pengendara agar berhati-hati, menurunkan laju motor agar tidak tergelincir jatuh ke jurang, sebab ada beberapa tikungan yang belum ada “pagarnya”. Alue (anak sungai –red) banyak dijumpai saat memasuki kecamatan Jagong Jeget, jembatan penghubung sedikit “angker”, ada yang dibuat dengan tumpukan kayu yang diikat-ikat, ada pula jembatan yang badannya keliatan rapuh, harus sangat berhati-hati.
Bukit-bukit perkebunan kopi (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)
Kami tiba di Kecamatan Jagong Jeget tengah hari, mampir di Mesjid Pancasila yang berada di desa jeget Ayu, pusatnya kota Jagong Jeget. Mesjid Pancasila bersebelahan dengan pasar raya, satu-satunya pasar yang menyediakan segala macam kebutuhan masyarakat. Setelah mengambil beberapa gambar di sekitar mesjid, kami berpencar menuju desa masing-masing. Saya dan Rahmad menuju desa Jagong Jeget, desa pertama sekaligus tertua yang berada di kecamatan Jagong Jeget.
Dari pusat kota, Desa Jagong Jeget berjarak tiga kilometer, sekitar 10 menit. Kami takjub dengan kebersihan desa itu, tidak ada sampah yang berserakan, jalannya mulus meski tidak beraspal. Batang kopi memadati lahan seluas 2 Ha di sisi timur desa. Sesampainya di desa, kami disambut Rizal Aji Khamsir, salah seorang tetua desa, salah satu orang pertama yang menginjakkan kaki di bumi Jagong Jeget.
Kakek bercucu dua itu sudah 31 tahun tinggal di desa paling tuadi Jagong Jeget itu. “Saya sudah ada disini sejak 1982,” kata Rizal. Transmigran gelombang pertama untuk Aceh Tengah, tepatnya dikecamatan Jagong Jeget dimulai pada April 1982, kala itu hanya ada 58 Kepala Keluarga di Jagong Jeget, termasuk Rizal. “Setelah itu baru ramai, dan pemekeran pertama pada tahun 1993,” cerita Rizal.
Bukit-bukit perkebunan kopi (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)
Kala itu, sambung Rizal, “Hidup disini sangat sulit.” Hendak ke Takengon saja harus berjalan selama dua hari. “Belum ada PDAM, saya harus berjalan beberapa kilometer untuk ambil air,” sambung Rizal. Rizal menceritakan panjang lebar mengenai sejarah kependudukan kecamatan Jagong Jeget, ia ingat betul ketika keluarganya hanya dihibahkan beberapa kilogram ikan asin oleh pemerintah, tidak ada pangan dan sandang yang lebih baik yang dijanjikan oleh pemerintah untuk diberikan ketika itu. Sriyono, Reje (Geuchik –red) desa Jagong Jeget baru kami temui setelah bertandang ke rumah Rizal.
Ketika itu Sriyono sedang tidak dirumah, Rizal mengira sang Reje sedang mengikuti kuliah di Universitas Gajah Putih, oleh karna itu kami dipersilahkan mampir di kediaman Rizal, sembari menunggu Sriyono.
Papan peringatan di pinggir jalan (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)
Di desa Jagong, terdapat PAUD, TK, SD, MTsN, dan MAS. Gedung PAUD yang baru diresmikan beberapa minggu yang lalu oleh wakil bupati tampak modern. Desain minimalis dengan perpaduan cat krem dan oranye tampak asri membelakangi bukit hijau yang menjulang, persis seperti villa.
Kami dan Reje bersama-sama Rizal menyepakati beberapa hal terkait KKN. Seperti tempat tinggal selama KKN dan makan-minum, kami bahas sampai tuntas. Ia sempat menceritakan curah hujan wilayah itu selama beberapa minggu terakhir, “Kalau sore, biasanya pukul empat, pasti hujan selalu disini,” kata Sriyono.
Berdiskusi dengan Reje dan Pak Rizal (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)
Sambil berdiskusi, istri Sriyono menuang secangkir kopi yang baru saja disangrai, rasanya sungguh nikmat.
Kopi kental itu sangat harum, aroma kopi robusta mengepul di hidung, membuat siapa saja yang ada disekitarnya terpancing untuk mencicipi. Setelah selesai berdiskusi dan sedikit puas meneguk kopi yang masih “segar” itu, kami langsung bergegas pulang, berpamitan. “Jangan lupa bawa selimut yang tebal ya nanti,” nasihat Sriyono sebelum kami akhirnya berangkat pulang, singgah di Takengon untuk menikmati mie kepiting di pusat kota sebelum akhirnya pulang keharibaan Kuta Raja sehabis petang.

Jalan Menuju Jagong Jeget (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)

Mesjid Pancasila (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)

(Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)

(Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)

(Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)

(Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)

(Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)

PAUD Desa Jagong Jeget (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I)
Mengintip Loka Bakti Reviewed by Red on 19.35 Rating: 5 Berkumpul di Pisban Apa Ki (Dok: Iqbal Perdana/ Kelompok I) JUMAT LALU , 20 Desember. Saya (anggota Kelompok 1 KKN Unsyiah untuk Aceh Te...

Tidak ada komentar: